Kamis, 24 Januari 2008

Anit Gus Dur dan Yasiin

Mungkin inilah salah satu kelemahanku. Tak terlalu peduli tentang latar belakang seseorang, anak seorang tokoh atau orang biasa. Di Posko Sastra, ada seorang teman bernama Anit, ya aku hanya kenal dia Anit. Tugasnya di Posko biasanya menyiapkan perlengkapan logistik seperti obat-obatan dan makanan kecil untuk peserta aksi.

Suatu hari, di malam Jumat sekitar jam 8 malam, Anit menghampiriku dan berkata, “Fan, bawa Qur’an gak?”. “Bawa, tapi Qur’an kecil”, jawabku. “Gak apa-apa deh, gue pinjem ya”, kata Anit. Ia pun membawa Qur’anku, terus masuk ke dalam musholla pria yang terletak persis samping kantor senat mahasiswa di Gedung II Fakultas Sastra UI.

Aku lirik, ia sudah mengenakan mukena, shalat dan kemudian mengaji. Sayup-sayup aku dengar ia mengaji surat Yasiin. Wah, jarang-jarang ada anak UI yang malam Jumat yasinan, maklum mahasiswa muslim di UI umumnya anak tarbiyah yang tidak punya tradisi yasinan yang khas dilakukan warga muslim tradisional di kampung-kampung. Jangan-jangan si Anit NU nih, dugaanku. Tapi, di zaman seperti itu, aku tak berpikir sektarian, Islam atau non muslim, NU atau tarbiyah, yang penting mau ikut berjuang dalam gerakan reformasi.

Dugaanku pun benar. Tak lama berselang, sesudah Soeharto mundur, barulah aku ngeh bahwa Anit itu putrinya Gus Dur, biangnya NU.

Tidak ada komentar: