Di awal-awal demo mahasiswa UI di bulan Februari 1998, panitia aksi masih sangat berhati-hati dalam merancang aksi mimbar bebas. Tema yang dirancang belum didesain untuk menyerang langsung Orde Baru, apalagi Soeharto. Di atas panggung mimbar bebas di lapangan parkir Sastra UI seberang Halte Bus Kuning Sastra UI, diadakanlah aksi pertama kalinya. Sederetan skenario pun sudah dirancang.
Kamis, 24 Januari 2008
Faturrahman, Pembakar Poster “Orde Baru”
“Warna” Politik Mahasiswa UI 1998
Secara “warna politik” gerakan mahasiswa, UI terpecah dua, antara Salemba yang berwarna “hijau” dan Depok yang “pelangi”. “Pelangi” mahasiswa UI di Depok terbagi atas “Hijau” di FMIPA, FKM, Politeknik, Psikologi -dan (kadang-kadang) Hukum. Serta “Merah, Kuning, Ungu dll” di FISIP, Sastra, Ekonomi dan Teknik –dan (kadang-kadang) Hukum.
Rama Pratama
Rama Pratama, ia adalah ketua senat mahasiswa UI periode 1997-1998. Aku ketemu dia pertama kali ketika SMUI aksi ke Depdiknas menuntut pembatalan SK Mendiknas yang memberhentikan Sri Bintang Pamungkas dari dosen UI.
Semua mahasiswa UI tahun 1998 mafhum, bahwa SMUI dan 7 senat fakultas pendukungnya berwarna “hijau” gerakan tarbiyah. Sementara, KA KBUI dengan 4 senat fakultas pendukungnya adalah non tarbiyah dan berwarna pelangi. Ketua SM FSUI, Dede Suryadi adalah anggota HMI yang asli NU Tasikmalaya. Ketua SM FISIP UI Pak Cik (saya lupa nama aslinya) didukung anak-anak mahasiswa “kiri” di FISIP. Ketua SM FTUI adalah Yudi Yudewo, alumnus SMA Taruna Nusantara Magelang. Ketua SM FEUI adalah Muhammad Dian Revindo, anak gaul FE yang “awam” politik tapi cukup oke kalau orasi.
Anit Gus Dur dan Yasiin
Mungkin inilah salah satu kelemahanku. Tak terlalu peduli tentang latar belakang seseorang, anak seorang tokoh atau orang biasa. Di Posko Sastra, ada seorang teman bernama Anit, ya aku hanya kenal dia Anit. Tugasnya di Posko biasanya menyiapkan perlengkapan logistik seperti obat-obatan dan makanan kecil untuk peserta aksi.
Aku lirik, ia sudah mengenakan mukena, shalat dan kemudian mengaji. Sayup-sayup aku dengar ia mengaji
Dugaanku pun benar. Tak lama berselang, sesudah Soeharto mundur, barulah aku ngeh bahwa Anit itu putrinya Gus Dur, biangnya NU.